Sabtu, 09 Januari 2016

T4_Rizky tanjani (39114727) softskill

T4_RIZKY TANJANI(39114727)

SOAL
 1. Sebutkan dan jelaskan property system yang memberikan keamanan untuk sebuah system !
 Jawab :
 · integritas : system akan mempunyai integritas bila ia berjalan menurut  spesifikasinya.perancang system berusaha untuk mengembangkan system yang mempunyai integritas fungsional , yaitu kemampuan untuk melanjutkan operasi,apabila salah satu atau lebih dari komponennya tidak berjalan. · Audibilitas : ia akan bersifat audibel jika ia memiliki visibilitas dan dan accountability(daya penghitungan).bila system memiliki  audibilitas maka system mudah bagi seseorang untuk memeriksanya,memverifikasi atau menunjukan penampilannya. · Daya control : memungkinkan manajer untuk menangani pengerahan atau penghambatan pengaruh terhadap system. Teknik yang efektif untuk mendapatkan daya control system ini adalah dengan membagi system menjadi subsistem yang menangani transaksi secara terpisah.
2. Computer yang ada dalam jaringan memberikan peluang risiko keamanan yang lebih besar dari pada computer yang ada di suatu ruangan. Sebutkan dan jelaskan areakontrol untuk komunikasi data !
Jawab :
 · Computer yang ada pada jaringan(data communication) computer yang ada pada jaringan memberikan peluang resiko keamanan yang lebih besar dari pada computer yang ada di ruangan . kontrolnya tersdiri dari : -konrol pengiriman pesan . -kontrol saluran (channel) komunikasi. -kontrol penerimaan pesan . -rencana pengamanan datacom secara menyeluruh
 3. Prototype dapat memberikan ide bagi pembuat dan pemakai potensial tentang cara system berfungsi dalam bentuk lengkapnya. Proses akan menghasilkan prototype(prototyping). Sebut dan jelaskan jenis2 prototype!
Jawab :
 · Prototype jenis I Prototype ini sesungguhnya akan menjadi sebuah system oprasional. Langkah pengembangan prototype jenis ini : a. Mengidentipikasi kebutuhan pemakai. b. Mengembangkan prototype. c. Menentukan apa prototype dapat di terima . d. Mengunakan prototype. · Prototype jenis II Prototype ini merupakan suatu model yang dapat di buang yang berfungsi sebagai alat cetak biru bagi system oprasional. Langkah pengembangan prototype jenis ini : a. Mengkodekan system oprasional . b. Menguji system oprasional. c. Menentukan jika system oprasional dapat di terima. d. Menggunakan system oprasional.
4. Sebut dan jelaskan sumber daya informasi perusahaan ! Jawab:
a. Hardware ( perangkat keras) b. Software(perangkat lunak) c. Special informasi Di gunakan untuk menggambarkan  pegawai perusahan yang bertanggung jawab mengembangkan dan memelihara system berbasis computer. d. Pemakai(user) e. Fasilitas Prasarana untuk mempermudah melakukan sesuatu. f. Database Sekumpulan data yang terintegrasi yang di organisasikan yang di organisasikan untuk memenuhi kebutuhan pemakai untuk keperluan organisasi. g. Informasi Kemunculan konsep SIM yang menyadari bahwa aplikasi computer harus di terapkan untuk di terapkan untuk tujuan utama yaitu menghasilkan informasi manajemen di setiap area fungsional dan level aktivitasnya.
 5. Sebutkan dan jelaskan 6 tahap dasar untuk mencapai manajemen mutu !
Jawab :
 · Mengidentifikasi pelanggan system informasi. · Mendefinisikan kebutuhan kualitas pelanggan . · Menetapkan metric kualitas. · Mendefinikan  strategi kualitas . · Menetapkan program-program kualitas SI. · Memantau kinerja kualitas SI.

Senin, 04 Januari 2016

Penulisan jurnal_Rizky Tanjani (39114727)

Contoh Penulisan 
Penelitian Bidang Sistem Informasi Managemen di Indonesia (SIMDI)




di kutip dari : http://rms46.vlsm.org/2/114.pdf



Rizky tanjani
Manajemen informatika
Universitas gunadarma


Tanjanirizky17@gmail.com


ABSTRAK
Makalah ini mengasumsikan bahwa telah ada (exists) berbagai kegiatan penelitian Sistem Informasi Managemen (SIM) di Indonesia (DI). Namun, populasi komunitas SIMDI masih sedikit, serta tersebar pada berbagai disiplin ilmu yang lebih mapan seperti Ilmu Komputer, Bisnis dan Managemen, Psikologi, dan sebagainya. Tulisan ini mencoba untuk mempertanyakan arah dari SIMDI. Dengan mengkaji bagaimana SIM berkembang di belahan bumi yang lain, serta memahami kondisi nyata SIMDI, akan diusulkan beberapa kiat untuk ditindak-lanjuti. Kata kunci: SIM, Sistem Informasi Managemen, Indonesia.


1. PENDAHULUAN
 Sistem Informasi Managemen (SIM) merupakan sebuah bidang yang mulai berkembang semenjak tahun 1960-an. Walau tidak terdapat konsensus tunggal, secara umum SIM didefinisikan sebagai sistem yang menyediakan informasi yang digunakan untuk mendukung operasi, managemen, serta pengambilan keputusan sebuah organisasi. SIM juga dikenal dengan ungkapan lainnya seperti: “Sistem Informasi”, “Sistem Pemrosesan Informasi”, “Sistem Informasi dan Pengambil Keputusan” [1]. Judul makalah ini mengandung tanda tanya. Namun, mohon untuk tidak ditafsirkan bahwa di Indonesia tidak terdapat kegiatan penelitian yang berhubungan dengan SIM. Justru, diasumsikan bahwa kegiatan tersebut telah ada (exists), sehingga tidak ada klaim bahwa perlu melakukan perintisan bidang ini dari nol. Namun, bidang ini telah berkembang secara paralel di berbagai bidang ilmu yang telah mapan terutama Ilmu Komputer, Teknik Elektronika, serta Bisnis dan Managemen. Justru, tulisan ini mencoba untuk mempertanyakan arah dari berbagai kegiatan SIM tersebut.             Selanjutnya mengusulkan beberapa kiat untuk menyelaraskan kegiatan penelitan SIM tersebut. Makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuka, dengan membuat sebuah sketsa kasar kondisi bidang SIM di Indonesia. Manfaat langsung yang akan diperoleh merupakan konsensus kondisi yang riil, serta hal-hal yang mungkin dapat ditindak-lanjuti. Komposisi komunitas majemuk ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Hal serupa juga dialami komunitas SIM di berbagai negara termasuk Amerika Utara dan Eropa pada awal pembentukannya. Pengalaman mereka dalam merintis pengembangan bidang SIM menjadi sangat berharga untuk dijadikan model/rujukan. Untuk itu, makalah ini akan membahas secara singkat cikal bakal berkembangnya bidang ini dibelahan bumi lain. 

2. LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN
Bagian ini akan mengungkapkan bagaimana bidang SIM berkembang di Amerika Utara dan Eropa. Titik penekanan akan lebih pada proses pertumbuhan bidang ini, dan bukan kronologi peristiwa yang terkait dengan perkembangan SIM. SIM merupakan bidang terapan yang mendapatkan perhatian para pelaku bisnis sejak Teknologi Informasi (TI) dimanfaatkan pada tahun 1950-an. Pada awalnya, titik fokus utama ialah efisiensi, mengingat harga perangkat keras yang sangat mahal (jutaan dollar). Secara perlahan komponen biaya perangkat keras menyusut. Namun secara keseluruhan, anggaran tahunan TI sebuah organisasi cenderung untuk terus meningkat. Timbul kesadaran bahwa masalah yang dihadapi bukan sekedar Ilmu Komputer, Teknik Elektronika, atau Matematika. Diperlukan sebuah metoda universal yang secara sistematis dan efektif dapat dengan cepat menanggulangi permasalahan yang timbul dari waktu ke waktu. Ini berbeda dengan tradisi ''dunia akademis'' yang menawarkan berbagai variasi ''solusi teoritis'' yang telah dikaji secara ilmiah untuk permasalahan yang belum tentu ada. Topik dalam bidang SIM mulai mendapatkan perhatian para akademisi pada tahun 1960-an. Pola yang lazim terjadi ialah para akademisi terjun langsung ke lapangan sebagai konsultan. Selanjutnya, para akademisi berupaya untuk menyelesaikan permasalahan SIM dengan beraneka ragam kerangka-kerja (framework). Kerangka kerja tersebut sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing, seperti Ilmu Komputer, Ilmu Teknik Elektro, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Ilmu Matematika dan Statistika, Bisnis dan Managemen, serta berbagai Ilmu Sosial lainnya seperti Psikologi, Budaya, Filsafat, dan mungkin masih ada klaim dari ilmu lainnya yang tidak dapat diuraikan satu persatu. Keaneka-ragaman ini mendorong berbagai upaya untuk memperkenalkan model-model kerangkat-kerja yang terpadu [2]. Institusi akademis yang pertama mengkhususkan diri dalam bidang SIM ialah Management Information System Research Center (MISRC) di Universitas Minnesota (1968). Kiprah MISRC banyak sekali mempengaruhi perintisan perkembangan SIM sebagai sebuah bidang ilmu. Pada tahun 1977, MISRC menerbitkan sebuah jurnal akademis yaitu Management Information System Quarterly (MISQ). MISQ terbit empat kali per tahun. Setiap terbitan MISQ berisi tiga hingga empat artikel ilmiah. Pada tahun 1980, MISRC turut membidani sebuah konferensi tahunan bergengsi yaitu International Conference of Information Systems (ICIS). ICIS diselenggarakan setiap tahun pada pertengahan bulan Desember. Forum diskusi panel ICIS biasanya digunakan untuk mematangkan berbagai ide dan wacana. Hasil tindak lanjut dari forum tersebut diantaranya membidani pendirian Association of Information Systems (AIS) pada tahun 1994, demikian pula publikasi situs internet ISWorldNET,milis ISWordNet, peleburan ISWordNet dan ICIS ke dalam wahana AIS (2000), serta penerbitan dua jurnal elektronis yaitu Journal of the AIS (JAIS) dan Communication of the AIS (CAIS). Kedua jurnal elektonis tersebut, dapat diakses melalui URL http://aisel.aisnet.org/. Milis ISWordNet, pertemuan tahunan ICIS, serta jurnal MISQ secara defacto merupakan rujukan utama kalangan SIM. Milis ISWordNet1 pada umumnya digunakan untuk melemparkan sebuah isu serta mengumumkan CfP (Call for Papers). Kelompok ''Minnesota'' yang dimotori MISRC merupakan kubu yang lebih mengutamakan kepentingan ''akademis'' dan ''ilmiah'' dibandingkan dengan aspek terapannya. Program pendidikan doktorat di Universitas Minnesota mensyaratkan/ mengharapkan bahwa lulusannya akan menjadi tenaga akademis di Universitas lainnya. Karena telah meluluskan tenaga S3 bidang SIM sejak tahun 1970-an, alumninya telah menyebar serta menduduki berbagai posisi senior pada universitas terkemuka di berbagai belahan dunia. Aliran kubu MISRC ini cenderung positivistik yang terkenal dengan 1 Milis ISWorldNET kini berubah nama menjadi AISWorldNET. model kerangka-acuan ''kotak konseptual'' dan ''anak panah sebab akibat''. Selain kelompk ''Minnesota'' ini, terdapat berbagai kubu alternatif, seperti kubu pantai timur (MIT, Harvard), kubu pantai barat (Kalifornia), kubu Eropa, dan seterusnya. Kubu pantai Timur, umpamanya, memiliki pandangan yang lebih mengarah ke aspek terapan. Ini terlihat bahwa terbitan yang lebih praktis seperti Harvard Business Review dan Sloan Management Review. Pola bidang SIM di Eropa pun lebih menjurus ke bidang terapan. Bahkan, lulusan S3 dari Jerman lebih dipersiapkan untuk terjun ke bidang industri dibandingkan ke bidang akademis.

3. MENCARI CIRI KHAS BIDANG SIM 
 Konsekuensi dari sebuah bidang ilmu yang relatif baru ialah para penelitinya memiliki latar belakang non-SIM. Mereka cenderung memanfaatkan kaidah dan metoda sesuai bidang latar belakang yang mereka anut, serta mempertahankan warna bawaannya tersebut. Ini dapat ditolerir pada awal pembentukan sebuah bidang ilmu. Namun sebuah bidang yang mapan seharusnya mengandung "komponen inti" yang menjadi ciri khas bidang tersebut, dan SIM tidak dapat menjadi perkecualian. Polemik perihal apa yang termasuk dalam kategori SIM dan mana yang bukan, seumur dengan bidang SIM itu sendiri. Pada konferensi ICIS yang pertama (1980), Peter Keen secara terbuka mempertanyakan apakah SIM betul-betul sebuah bidang ilmu atau hanya sekedar tema populer [3]. Isu serupa biasanya menimbulkan debat yang ''hangat'' setiap kali timbul dalam milis ISWordNet. Dalam sebuah diskusi panel ICIS, pernah diperdebatkan pengaruh para ''Barbarian'' dari bidang lain yang secara tidak hentinya bersiaga di ''tapal batas'' bidang MIS [4]. Bahkan, volume 6 dari jurnal Communcation of the AIS (CAIS) merupakan edisi khusus perihal relevansi bidang ilmu MIS. Baskerville dan Myers [10] menguatkan argumentasi bahwa SIM sudah saatnya menjadi sebuah disiplin ilmu secara mandiri. Davis [5] menawarkan konsensus, bahwa setidaknya terdapat lima aspek yang dapat dikategorikan sebagai ciri khusus bidang SIM: 
  •  Proses Managemen, seperti "perencanaan strategis", "pengelolaan fungsi sistem informasi", dan seterusnya. 
  • Proses Pengembangan, seperti "managemen proyek pengembangan sistem", dan seterusnya.
  • Konsep Pengembangan, seperti "konsep sosioteknikal", "konsep kualitas", dan seterusnya. 
  • Representasi, seperti "sistem basis data", "pengkodean program", dan seterusnya. 
  • Sistem Aplikasi, seperti "Knowledge Management", "Executive System", dst. Orlikowski dan 

Iacono [6] menyerukan agar jangan mengabaikan ''artifak IT'' sebagai isu sentral. Mereka mengamati bahwa terdapat kecenderungan penelitian SIM untuk mengasumsikan bahwa artifak IT itu sendiri tidak bermasalah. Artifak (karya/produk) IT tersebut pada umumnya berbentuk perangkat lunak atau perangkat keras. Benbasat dan Zmud [7] menjabarkan isu tersebut dengan menawarkan sebuah model konseptual seputar artifak IT tersebut. Whinston dan Geng [11] mengingatkan potensi wilayah kelabu/tidak bertuan dalam bidang SIM.

4. EKSISTENSI SIMDI 
Pada dua bagian sebelumnya telah dibahas latar belakang perkembangan SIM serta perdebatan perihal komponen khas bidang SIM. Bagian ini mencoba untuk mengkaji keadaan SIM di Indonesia (SIMDI) beserta asumsi yang dipergunakan. Kehadiran SIMDI itu sendiri tidak perlu diragukan. Pada konferensi SNIKTI 2004 ditemukan lebih dari 10 judul makalah dengan tema ''berbau'' SIM. Setiap tahun beredar berbagai ''Call for Papers'' yang mengundang penulisan makalah dalam bidang SIM. Pada umumnya, SIM hanya merupakan salah satu dari topik konferensi/seminar. Institusi penyelenggara konferensi biasanya tidak berafiliasi langsung dengan bidang SIM, namun berupa bidang-bidang ilmu lain yang telah diungkapkan sebelumnya . Walau pun ada (exists), komunitas SIMDI terkesan malu-malu dan tersembunyi. Sekurangnya terdapat dua kemungkinan yang dapat menjelaskan kenyataan ini. Pertama, para pelaku bidang SIM Indonesia terlalu tersebar serta berhimpun diberbagai bidang ilmu induknya masing-masing, sehingga mereka tidak saling kenalmengenal. Kedua, jumlah mereka memang kecil serta posisi yang lemah. Kemungkinan ke dua ini didukung dengan kenyataan bahwa peranan Indonesia dalam bidang SIM secara regional/internasional yang sangat minim. Jarang sekali pertemuan regional seperti PACIS (Pacific Asia Conference on Information Systems) atau pertemuan internasional seperti ICIS dihadiri komunitas SIM dari Indonesia. Lebih langka lagi ialah, karya tulis komunitas SIM dari Indonesia yang dipresentasikan pada sebuah konferensi, apalagi karya tulis yang tembus ke publikasi internasional. Dampak dari ini ialah bahwa aktifitas SIMDI tidak terlihat oleh komunitas internasional.
Dengan sendirinya, sedikit sekali ada orang Indonesia yang mendapatkan tawaran untuk menjadi ''reviewer'' makalah untuk konferensi atau jurnal internasional. Kehilangan tawaran menjadi ''reviewer'' berarti kehilangan kesempatan untuk ''mengintip'' riset yang sedang dikerjakan oleh komunitas SIM lainnya [8]. Kendala tersebut di atas, belum termasuk yang secara umum dialami para peneliti dari Indonesia. Pertama, kemampuan berbahasa menjadi rintangan dalam berkomunikasi, menulis, dan membaca makalah bahasa asing secara umum, bahasa Inggris secara khusus. Kedua, keterbatasan jurnal (asing) yang dilanggan masing-masing institusi. Ketiga, fasilitas institusi yang kurang memadai, seperti akses internet bagi peneliti. Terakhir, iuran keanggotaan profesional yang relatif mahal merupakan faktor kendala untuk menjadi anggota profesi [8]. 

5. SIMDI: SUMBANG SARAN
 Makalah ini ditutup dengan sedikit sumbang saran. Pertama-tama perlu ada konsensus dari orientasi SIMDI: apakah berbasis ''teori murni'' lengkap dengan model kerangka acuan ''kotak konseptual'' dan ''anak panah sebab akibat''. Atau, apakah sebaiknya berorientasi terapan yang menunjang industri SIMDI? Diusulkan agar para pelaku SIMDI menerapkan pilihan kedua yang manfaatnya akan lebih cepat terasa. Para akademisi SIMDI secara berkala melakukan sabatikal ke lapangan, agar tetap mengikuti perkembangan terakhir dari dunia SIM yang nyata. Pola ini juga diterapkan para akademisi dari cabang ilmu seperti kedokteran, hukum, teknik sipil, arsitektur, yang biasanya tetap menerapkan ilmunya sebagai profesi. Mengabaikan kegiatan berorientasi teori murni, berpotensi dampak jangka panjang yang kurang baik. Para pelaku SIMDI sebaiknya secara teratur mengakses publikasi utama seperti ISR, MISQ, JAIS, dan CAIS. Edisi elektronis dari MISQ, JAIS, dan CAIS dapat diakses bebas biaya, jika menjadi anggota AIS. Anggota AIS dari negara yang sedang berkembang seperti Indonesia mendapatkan potong iuran tahunan. Bahkan untuk JAIS dan CAIS, AIS pernahmemberikan akses secara bebas biaya bagi institusi pendidikan di negara yang sedang berkembang. Besar harapannya, bahwa setiap pelaku SIMDI sekurangnya tahu akan eksistensi jurnal tersebut di atas, agar mengetahui perkembangan serta mengenal apa-siapa dalam bidang ini. 
Tentunya lebih baik, jika peserta tersebut juga menjadi pembawa makalah. Informasi mengenai ''Call for Papers'' lainnya dapat diikut melalui milis ISWordNet. Titik awal menulis ke jurnal internasional dapat dengan mengirimkan makalah ke The Electronic Journal of Information Systems in Developing Countries (EJISDC) dengan URL berikut: http://www.ejisdc.org/. Dewasa ini ditemukan beberapa jurnal bidang SIM terbitan dalam negeri. Pada umumnya, sirkulasi jurnal tersebut agak terbatas serta jadual penerbitannya kurang teratur. Diusulkan untuk menerbitkan sebuah jurnal elektronis yang mengikuti pola JAIS/CAIS dengan lisensi bebas sehingga dapat dengan mudah diarsipkan ke dalam CDROM. Lobby tingkat tinggi diperlukan agar terbitan elektronis dianggap setara (kumnya) dengan terbitan cetakan. Kapasitas simpan elektronis yang relatif besar memungkinkan jurnal tersebut juga dimanfaatkan untuk menampung karya tulis/ringkasan tesis dari penelitian S3, S2, dan bahkan S1. Penerbitan karya tulis secara terbuka dan dapat diakses secara luas justru dapat menjadi kiat untuk menghindari plagiatisme akademis. Tentunya, dapat diusulkan berbagai hal lainnya seperti mendirikan cabang/chapter AIS, mendirikan milis khusus SIM (atau memanfaatkan milis yang telah ada), serta mengupayakan konferensi tahunan khusus bidang SIM. Sebagai penutup, penulis menghimbau agar masingmasing jangan lupa mengintip bagaimana SIM dimanfaatkan oleh institusi masing-masing.

REFERENSI 
[1] G. Davis and M. Olson, Management Information
Systems, 1984, 5-6.
[2] G.A. Gorry and M.S. Scott, A Framework for
Management Information Systems, Sloan
Management Review, 13(1), Fall 1971, 55-70.
[3] P.G.W. Keen, MIS Research: Reference Disciplines
and A Cummulative Tradition, Proceedings of the
First International Conference on Information
Systems, E. Mc Lean (ed.), 1980, 9-18.
[4] J. Fedorowitz, Are There Barbarian at the Gates of
Information Systems?, Panel 9 at International
Conference on Information Systems, 1996.
[5] G. Davis, Information Systems Conceptual
Foundations: Looking Backward and Forward,
Organizational and Social Perpectives on Information
Technology, R.L. Baskerville et. al. (eds), 2000, 61-82.
[6] W. J. Orlikowski and C.S. Iacono, Research
Commentary: Desperately Seeking the ''IT'' in IT
Research -- A Call to Theorizing the IT Artifact.
[7] I. Benbasat and R.W. Zmud, The Identity Crisis Within
The IS Discipline: Defining and Communicating The
Discipline Core Properties, MIS Quarterly, 27(2), June
2003, 183-194.
[8] R.M. Samik-Ibrahim, M3: Potensi Masalah Dari
Dunia Ketiga, 2002, per 17 Nov ,
http://rms46.vLSM.org/1/43.html
[9] N. Bruell, Exporting Software from Indonesia,
EJISDC, 2003, 13(7), 1-9.
[10] R.L. Baskerville and M. D. Myers, Information
Sistems as A Reference Discipline, MIS Quarterly,
26(1), March 2002, 1-14.
[11] A.B. Whinston and X. Geng, Operationalizing the
Essential Role of the Information Technology Artifact
in Information Systems Research: Gray Area, Pitfalls,
and the Importance of Strategic Ambiguity.
[12] K. Lyytinen, ed. al., Making Information Systems
Research More Relevant: Academic and Industry
Perspectives, Proceedings of the First International
Conference on Information Systems, P De, et. al. (ed.),
1999, 574-577.


di kutip dari : http://rms46.vlsm.org/2/114.pdf