Rabu, 07 Januari 2015

KONSEP SOFTSKILL

SOFTSKILL

Istilah soft skill mencakup sekelompok karakter kepribadian, kemampuan bahasa, kebiasaan pribadi dan,pada akhirnya nilai-nilai dan sikap.Soft skill melengkapi lebih keras, lebih teknis, ketrampilan, seperti mampu membaca atau mengetik surat itu, tetapi mereka juga memiliki dampak yang signifikan pada kemampuan orang untuk melakukan pekerjaan mereka dan mereka dipekerjakan.
 Pengembangan soft skill memilik 3 tahap penting. Pertama, hard work (kerja keras). Untuk memaksimalkan suatu kerja tentu butuh upaya kerja keras dari diri sendiri maupun lingkungan. Hanya dengan kerja keras, orang akan mampu mengubah garis hidupnya sendiri. Melalui pendidikan yang terencana, terarah dan didukung pengalaman belajar, siswa akan memiliki daya tahan dan semangat hidup bekerja keras. Etos kerja keras perlu dikenalkan sejak dini di sekolah melalui berbagai kegiatan intra maupun ekstrakurikuler di sekolah. Siswa dengan tantangan ke depan yang lebih berat tentu harus mempersiapkan diri sedini mungkain melalui pelatihan melakukan kerja praktik sendiri ataupun kelompok.
Kedua,kemandirian. Ciri siswamandiri adalah responsif, percaya diri dan berinisiatif. Responsif berarti siswa tanggap terhadap persoalan diri dan lingkungan. Sebagai contoh bagaimana siswa tanggap terhadap krisis global warming dengan kampanye hijaukan sekolahku dan gerakan bersepeda tanpa motor. Menjaga kepercayaan diri seorang siswa untuk memaksimalkan potensi siswa harus sinergis dengan kerja kerasnya. Ini berarti bahwa kerja keras yang dilakukan akan memupuk rasa percaya diri anak. Kemandirian ditunjukkan juga dari inisiatif anak. Inisiatif kerja sendiri menampilkan usaha lebih maksimal dibanding dengan kerja karena dorongan orang lain, apaliagi dibarengi ide kreatif serta inovatif.
Ketiga, kerja sama tim. Keberhasilan adalah buah kebersamaan. Keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok adalah pola klasik yang masih relevan untuk menampilkan karakter ini. Pola pelatihan outbond yang sekarang marak diselenggarakan merupakan pola peniruan karakter ini.


Secara garis besar soft skill bisa digongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup :
1.      Self awareness (kesadaran diri)
§         Self confident (percaya diri)
§         Self assessment (penilaian diri)
§         Trait & preference ( berkarakter dan preferensi )
§         Emotional awareness ( kesadaran emosional )
2.      Self skill (keterampilan diri)
§         Improvement (kemajuan/perbaikan)
§         Self control (kontrol diri)
§         Trust (percaya)
§         Worthiness (bernilai)
§         Time/source management (manajemen waktu/sumber)
§         Proactivity (proaktif)
§         Conscience (hati nurani)
Sedangkan interpersonal skill mencakup :
1.    Social awareness (kesadaran sosial)
§         Political awareness (kesadaran politik)
§         Developing others (mengembangkan orang lain)
§         Leveraging diversity (pengaruh yang berbeda)
§         Service orientation ( berorientasi pada pelayanan)
§         Emphaty (empati)
2.    Social skill ( keterampilan sosial )
§         Leadership (kepemimpinan)
§         Influence ( pengaruh)
§         Communication (komunikasi)
§         Conflict management (manajemen konflik)
§         Cooperation ( kooperatif)
§         Team work
§         Synergy

D.     STRATEGI PENGEMBANGAN SOFT SKILLS, LIFE SKILLS DALAM PEMBELAJARAN
Pembelajaran soft skill yang bersifat abstrak lebih berada pada ranah efektif (olah rasa) dan psikomotor (olah laku). Kondisi ini mengakibatkan kita tidak bisa mendapatkan pelajaran soft skill dari sekolah formal. Soft skill dipelajari dalam kehidupan sosial melalui interaksi sosial. Lantas, bagaimana soft skill dapat dipelajari? Kita dapat mempelajari soft skill melalui pengamatan atas prilaku orang lain dan juga atar refleksi tindakan kita sebelumnya. Dengan kata lain, soft skill bisa kita pelajari melalui proses pengasahan soft skill kita baik dari melihat maupun melakukan sesuatu. Konsep pembelajarannya pun tidak terikat waktu dan tempat sehingga kita bisa belajar soft skill kapan dan dimana saja selama kita berinteraksi dengan orang lain.
Soft skill yang perlu diasah dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori yaitu : komunikasi lisan dan tulisan (communication skill), keterampilan berorganisasi (organizational skill), kepemimpinan (leadership), kemampuan berfikir kreatif dan logis (logic dan creative), ketahanan menghadapi tekanan (effort), kerja sama tim dan interpersonal (group skill) dan etika kerja (ethics)
Penerapan soft skill dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dalam banyak hal, salah satunya adalah dalam pekerjaan, penerapannya dalam pekerjaan terdiri dari 2 keterampilan penting yaitu keterampilan mengelola manusia dan keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan. Keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan lebih berdimensi pada multi intelegensi manusia karena untuk menyelesaikan tugas manusia harus mengkombinasikan beberapa keahliannya. Sedangkan keterampilan mengelola manusia lebih berdimensi secara psikologis, dimana seseorang harus mampu mengelola dirinya sendiri (self management) terlebih dahulu sebelum dapat mengelola manusia yang lain.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Daniel Golleman (1995) menyatakan bahwa kebanyakan CEO di dunia memiliki Emotional Intelligence yang tinggi. Kemampuan mereka dalam mengelola pekerjaan dan orang lain menjadi kombinasi unik yang luar biasa. Kemampuan emosional mereka lebih banyak mengambil peran kesuksesannya ketimbang kemampuan intelektualnya. Nah, kemampuan-kemampuan seperti mereka itu bisa didapatkan melalui pengasahan soft skill sejak dini. Konon, kabarnya George W. Bush Jr. (presiden Amerika Serikat) memiliki soft skill yang hebat sehingga walaupun nilai SAT saat masuk universitasnya hanya sebesar 150 (syarat kelulusan untuk masuk universitas di U.S sebesar 200) dan diejek sebagai anak yang bodoh namun ternyata olokan teman-temannya itu salah (Anwar.3008)
Salah satu cara mengasah soft skill pada siswa adalah melalui pembelajaran Character Building di sekolah. Pembentukan karakter menjadi sebuah jalan setapak yang dapat digunakan untuk membentuk insane yang prima sehingga diharapkan dapat memiliki soft skill yang prima pula. Pendidikan berdimensi character buiding  ini memiliki enam pilar dalam penerapannya. Keenam pilat tersebut adalah Respect, Responsibility, Fairness, Caring dan Citizenship.
Penerapan character building dalam dunia pendidikan memberikan nuansa lain dalam pendidikan karena indikator evaluasi tidak hanya berbasis pada nilai kognitif melainkan juga pada segi efektif dan bahkan juga psikomotorik siswa. Proses pembelajaran melalui character building pertama kali adalah pengenalan atas good character didalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian setelah siswa mengenal dan memahami good character tersebut maka siswa mengkorelasikannya dengan kehidupan sehari-hari baik disekolah maupun dirumah atau lingkungan diluar sekolah. Proses pembentukan karakter yang secara perlahan tersebut tidak langsung dapar memberikan stimulus kepada pengasahan soft skill siswa. Sehingga, siswa diharapkan dapat memiliki kemampuan soft skill yang prima dan berujung pada pembentukan mental individu yang stabil dalam menghadapi tantangan hidup kedepan.
Upaya pemerintah agar Sekolah berbasis keterampilannya (life skill) dinilai telah baik. Namun, hal itu harus dibarengi soft skill. Karena tanpa dibarengi soft skill (sikap mental dalam beradaptasi dengan lingkungan), life skill akan sia-sia belaka. Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Zainuddin Maliki, di Surabaya, mengatakan agar tak sisa-sia, pemerintah harus menyeimbangkan atau bahkan lebih focus pada pengembangan soft skill dari pada life skill. Ini karena, life skill merupakan kecakapan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk bertahan hidup. Sedangkan soft skill merupakan kesadaran yang membuat seseorang termitivasi dan pantang menyerah sehingga bisa menempatkan diri di tengah orang lain secara proporsional. Seseorang yang memiliki hard skill atau kecerdasan tanpa sikap mental yang berkembang mungkin saja tidak bersemangat berkarya hanya karena menghadapi tantangan. Seseorang yang tidak memiliki rasa bangga pada pekerjaannya juga tidak akan termotivasi untuk berkarya. Jadi sikap mental menentukan ketahanan mental dalam menghadapai tantangan. :untuk mengembangkan soft skill, pembelajaran yang dikembangkan di sekolah semestinya authentic learning. Siswa dihadapkan pada masalah yang nyata sehingga bisa mengatasi tantangan. Pembelajaran ini memerlukan kesadaran kepala sekolah dan guru untuk membuat strategi. Guru juga perlu memahami sikap mental dan cara mengembangkannya dalam pembelajaran. Saat ini, sebagian besar kepala sekolah mengkhawatirkan pembelajaran yang bertumpu pada proses dan konteks masalah di masyarakat ini terbentur ujian nasional yang menentukan kelulusan siswa (http:/harian.global.com)
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau keperibadian seseorang terbentuk dari hasil internalisasi sebagai kebajikan (vietues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adlah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai. Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah
E.      LANDASAN PEDAGOGIS PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Udaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dati lingkungan budayanya, karena peserta didik  hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya,
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat mannusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara indonesia uang memiliki wawasan, cara berfikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”, oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landaan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.

SUMBER : http://www.infodiknas.com/030-pengembangan-soft-skill-hard-skill-dan-life-skill-peserta-didik-dalam-menghadapi-era-globalisasi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar