SOFTSKILL
Istilah soft skill mencakup sekelompok karakter kepribadian, kemampuan
bahasa, kebiasaan pribadi dan,pada akhirnya nilai-nilai dan sikap.Soft
skill melengkapi lebih keras, lebih teknis, ketrampilan, seperti mampu
membaca atau mengetik surat itu, tetapi mereka juga memiliki dampak yang
signifikan pada kemampuan orang untuk melakukan pekerjaan mereka dan
mereka dipekerjakan.
Pengembangan soft skill memilik 3 tahap penting. Pertama, hard work (kerja
keras). Untuk memaksimalkan suatu kerja tentu butuh upaya kerja keras
dari diri sendiri maupun lingkungan. Hanya dengan kerja keras, orang
akan mampu mengubah garis hidupnya sendiri. Melalui pendidikan yang
terencana, terarah dan didukung pengalaman belajar, siswa akan memiliki
daya tahan dan semangat hidup bekerja keras. Etos kerja keras perlu
dikenalkan sejak dini di sekolah melalui berbagai kegiatan intra maupun
ekstrakurikuler di sekolah. Siswa dengan tantangan ke depan yang lebih
berat tentu harus mempersiapkan diri sedini mungkain melalui pelatihan
melakukan kerja praktik sendiri ataupun kelompok.
Kedua,kemandirian. Ciri siswamandiri adalah responsif,
percaya diri dan berinisiatif. Responsif berarti siswa tanggap terhadap
persoalan diri dan lingkungan. Sebagai contoh bagaimana siswa tanggap
terhadap krisis global warming dengan kampanye hijaukan sekolahku dan
gerakan bersepeda tanpa motor. Menjaga kepercayaan diri seorang siswa
untuk memaksimalkan potensi siswa harus sinergis dengan kerja kerasnya.
Ini berarti bahwa kerja keras yang dilakukan akan memupuk rasa percaya
diri anak. Kemandirian ditunjukkan juga dari inisiatif anak. Inisiatif
kerja sendiri menampilkan usaha lebih maksimal dibanding dengan kerja
karena dorongan orang lain, apaliagi dibarengi ide kreatif serta
inovatif.
Ketiga, kerja sama tim. Keberhasilan adalah buah
kebersamaan. Keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok adalah pola
klasik yang masih relevan untuk menampilkan karakter ini. Pola pelatihan
outbond yang sekarang marak diselenggarakan merupakan pola peniruan
karakter ini.
Secara garis besar soft skill bisa digongkan ke dalam dua kategori :
intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup :
1. Self awareness (kesadaran diri)
§ Self confident (percaya diri)
§ Self assessment (penilaian diri)
§ Trait & preference ( berkarakter dan preferensi )
§ Emotional awareness ( kesadaran emosional )
2. Self skill (keterampilan diri)
§ Improvement (kemajuan/perbaikan)
§ Self control (kontrol diri)
§ Trust (percaya)
§ Worthiness (bernilai)
§ Time/source management (manajemen waktu/sumber)
§ Proactivity (proaktif)
§ Conscience (hati nurani)
Sedangkan interpersonal skill mencakup :
1. Social awareness (kesadaran sosial)
§ Political awareness (kesadaran politik)
§ Developing others (mengembangkan orang lain)
§ Leveraging diversity (pengaruh yang berbeda)
§ Service orientation ( berorientasi pada pelayanan)
§ Emphaty (empati)
2. Social skill ( keterampilan sosial )
§ Leadership (kepemimpinan)
§ Influence ( pengaruh)
§ Communication (komunikasi)
§ Conflict management (manajemen konflik)
§ Cooperation ( kooperatif)
§ Team work
§ Synergy
D. STRATEGI PENGEMBANGAN SOFT SKILLS, LIFE SKILLS DALAM PEMBELAJARAN
Pembelajaran soft skill yang bersifat abstrak lebih berada pada ranah
efektif (olah rasa) dan psikomotor (olah laku). Kondisi ini
mengakibatkan kita tidak bisa mendapatkan pelajaran soft skill dari
sekolah formal. Soft skill dipelajari dalam kehidupan sosial melalui
interaksi sosial. Lantas, bagaimana soft skill dapat dipelajari? Kita
dapat mempelajari soft skill melalui pengamatan atas prilaku orang lain
dan juga atar refleksi tindakan kita sebelumnya. Dengan kata lain, soft
skill bisa kita pelajari melalui proses pengasahan soft skill kita baik
dari melihat maupun melakukan sesuatu. Konsep pembelajarannya pun tidak
terikat waktu dan tempat sehingga kita bisa belajar soft skill kapan dan
dimana saja selama kita berinteraksi dengan orang lain.
Soft skill yang perlu diasah dapat dikelompokkan ke dalam enam
kategori yaitu : komunikasi lisan dan tulisan (communication skill),
keterampilan berorganisasi (organizational skill), kepemimpinan
(leadership), kemampuan berfikir kreatif dan logis (logic dan creative),
ketahanan menghadapi tekanan (effort), kerja sama tim dan interpersonal
(group skill) dan etika kerja (ethics)
Penerapan soft skill dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan
dalam banyak hal, salah satunya adalah dalam pekerjaan, penerapannya
dalam pekerjaan terdiri dari 2 keterampilan penting yaitu keterampilan
mengelola manusia dan keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan.
Keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan lebih berdimensi pada multi
intelegensi manusia karena untuk menyelesaikan tugas manusia harus
mengkombinasikan beberapa keahliannya. Sedangkan keterampilan mengelola
manusia lebih berdimensi secara psikologis, dimana seseorang harus mampu
mengelola dirinya sendiri (self management) terlebih dahulu sebelum
dapat mengelola manusia yang lain.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Daniel Golleman (1995) menyatakan
bahwa kebanyakan CEO di dunia memiliki Emotional Intelligence yang
tinggi. Kemampuan mereka dalam mengelola pekerjaan dan orang lain
menjadi kombinasi unik yang luar biasa. Kemampuan emosional mereka lebih
banyak mengambil peran kesuksesannya ketimbang kemampuan
intelektualnya. Nah, kemampuan-kemampuan seperti mereka itu bisa
didapatkan melalui pengasahan soft skill sejak dini. Konon, kabarnya
George W. Bush Jr. (presiden Amerika Serikat) memiliki soft skill yang
hebat sehingga walaupun nilai SAT saat masuk universitasnya hanya
sebesar 150 (syarat kelulusan untuk masuk universitas di U.S sebesar
200) dan diejek sebagai anak yang bodoh namun ternyata olokan
teman-temannya itu salah (Anwar.3008)
Salah satu cara mengasah soft skill pada siswa adalah melalui
pembelajaran Character Building di sekolah. Pembentukan karakter menjadi
sebuah jalan setapak yang dapat digunakan untuk membentuk insane yang
prima sehingga diharapkan dapat memiliki soft skill yang prima pula.
Pendidikan berdimensi character buiding ini memiliki enam pilar dalam
penerapannya. Keenam pilat tersebut adalah Respect, Responsibility,
Fairness, Caring dan Citizenship.
Penerapan character building dalam dunia pendidikan memberikan nuansa
lain dalam pendidikan karena indikator evaluasi tidak hanya berbasis
pada nilai kognitif melainkan juga pada segi efektif dan bahkan juga
psikomotorik siswa. Proses pembelajaran melalui character building
pertama kali adalah pengenalan atas good character didalam kehidupan
bermasyarakat. Kemudian setelah siswa mengenal dan memahami good
character tersebut maka siswa mengkorelasikannya dengan kehidupan
sehari-hari baik disekolah maupun dirumah atau lingkungan diluar
sekolah. Proses pembentukan karakter yang secara perlahan tersebut tidak
langsung dapar memberikan stimulus kepada pengasahan soft skill siswa.
Sehingga, siswa diharapkan dapat memiliki kemampuan soft skill yang
prima dan berujung pada pembentukan mental individu yang stabil dalam
menghadapi tantangan hidup kedepan.
Upaya pemerintah agar Sekolah berbasis keterampilannya (life skill)
dinilai telah baik. Namun, hal itu harus dibarengi soft skill. Karena
tanpa dibarengi soft skill (sikap mental dalam beradaptasi dengan
lingkungan), life skill akan sia-sia belaka. Ketua Dewan Pendidikan Jawa
Timur, Zainuddin Maliki, di Surabaya, mengatakan agar tak sisa-sia,
pemerintah harus menyeimbangkan atau bahkan lebih focus pada
pengembangan soft skill dari pada life skill. Ini karena, life skill
merupakan kecakapan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki untuk bertahan hidup. Sedangkan soft skill merupakan kesadaran
yang membuat seseorang termitivasi dan pantang menyerah sehingga bisa
menempatkan diri di tengah orang lain secara proporsional. Seseorang
yang memiliki hard skill atau kecerdasan tanpa sikap mental yang
berkembang mungkin saja tidak bersemangat berkarya hanya karena
menghadapi tantangan. Seseorang yang tidak memiliki rasa bangga pada
pekerjaannya juga tidak akan termotivasi untuk berkarya. Jadi sikap
mental menentukan ketahanan mental dalam menghadapai tantangan. :untuk
mengembangkan soft skill, pembelajaran yang dikembangkan di sekolah
semestinya authentic learning. Siswa dihadapkan pada masalah yang nyata
sehingga bisa mengatasi tantangan. Pembelajaran ini memerlukan kesadaran
kepala sekolah dan guru untuk membuat strategi. Guru juga perlu
memahami sikap mental dan cara mengembangkannya dalam pembelajaran. Saat
ini, sebagian besar kepala sekolah mengkhawatirkan pembelajaran yang
bertumpu pada proses dan konteks masalah di masyarakat ini terbentur
ujian nasional yang menentukan kelulusan siswa (http:/harian.global.com)
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau keperibadian seseorang terbentuk dari hasil internalisasi sebagai kebajikan (vietues)
yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berfikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah
nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat
dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan
orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh
karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui
pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia
hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan
karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan
sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan
karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang
tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya
masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial budaya bangsa adalah
Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah
berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan
karakter bangsa adlah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri
peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter
sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa
mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang
baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang
efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai. Pendidikan budaya dan
karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus
dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui
semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
budaya sekolah
E. LANDASAN PEDAGOGIS PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal. Udaha sadar itu tidak boleh dilepaskan
dari lingkungan peserta didik berada, terutama dati lingkungan
budayanya, karena peserta didik hidup tak terpisahkan dalam
lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya.
Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan
peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi,
maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia
menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang
asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak
menyukai budayanya,
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai
dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang
ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya
universal yang dianut oleh ummat mannusia. Apabila peserta didik menjadi
asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya
bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa.
Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar
dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses
pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia
tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula
kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang
baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif
pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan
demikian, peserta didik akan menjadi warga negara indonesia uang
memiliki wawasan, cara berfikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan
masalah sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU
Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradapan
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”,
oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD
1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landaan yang kokoh untuk
mengembangkan keseluruan potensi diri seseorang sebagai anggota
masyarakat dan bangsa.
SUMBER : http://www.infodiknas.com/030-pengembangan-soft-skill-hard-skill-dan-life-skill-peserta-didik-dalam-menghadapi-era-globalisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar